Instagram

@indahetika19

Rabu, 26 Desember 2018

Salahkah Bunda Bekerja?

Desember 26, 2018 0 Comments
Ana (red:aku) sedih Umi kadang lama pulangnya, kadang capek, kasihan. Kadang-kadang ana jarang bermain dengan Umi karena umi ana banyak tugas. Kadang masakin kesukaan ana. Ana sayang dengan umi ana, bisa cerita dengan umi ana. Ana pingin umi ana selalu di sisi ana, bermain dengannya. Semoga keluarga ana masuk surga semua.

Tulisan di atas saya kutip dari selembar kertas origami merah milik salah seorang siswa. Tahun ajaran yang lalu saya pernah meminta siswa di kelas untuk menuliskan isi hati mereka untuk bunda tanpa harus mencantumkan nama si pemilik kertas. Beragam ekpresi saya temukan dari tulisan-tulisan mereka. Ya namanya juga anak-anak, pasti mereka akan menulis apa adanya sesuai yang mereka rasakan. Kebanyakan isinya adalah curhatan bahwa mereka sangat sayang pada bundanya. Tapi yang satu ini berbeda dari yang lain.

Jujur. Pertama kali membaca tulisan anak ini, saya sangat prihatin dan merasa kesal dengan sang bunda. Ini emaknya apa nggak kasihan sama anak? Jangan cari duit mulu, anak juga butuh perhatian. Kira-kira begitulah yang saya pikirkan. Saya sempat lupa bahwa saya juga akan jadi seorang ibu. Dan kemungkinan besar juga akan jadi ibu bekerja seperti Ummi nya si anak ini.

Memang dari tulisannya kita bisa tahu bahwa si anak sangat sedih dengan situasi yang ada. Bundanya yang pulang lama bahkan mungkin ketika ananda sudah tertidur. Atau mungkin juga pulang menemui ananda dalam kondisi lelah, belum lagi tugas yang terpaksa turut dibawa ke rumah. Yang seperti ini tentulah membuat ananda hanya mendapat sisa-sisanya saja. Sisa waktu dan sisa tenaga.


Lantas salahkah bunda bekerja?

Perihal salah atau benar saya kira tidaklah salah apabila bunda harus bekerja di luar rumah. Apalagi dengan tuntutan kebutuhan hidup di zaman sekarang yang memaksa bunda turut serta mencari pemenuhannya. Bilapun ada alasan lain selain tuntutan ekonomi pastilah itu hal yang sangat prinsip bagi bunda. Yang jelas apapun alasannya, tidak akan jadi masalah asalkan tanggung jawab sebagai seorang ibu sudah dipenuhi.

Bunda harus bagaimana?

Saya pernah memiliki beberapa siswa yang bundanya juga punya banyak kesibukan di luar rumah. Tidak semuanya mengeluh dan menunjukkan ketidaksukaannya akan pekerjaan sang bunda. Beberapa anak justru terlihat sangat menerima kondisi bundanya.

Ketika ditanya "sedih nggak kalau bunda kerja terus?" Mereka menjawab dengan santai bahwa mereka tidak apa-apa.
"Bunda kan kerja untuk ana juga, bu. Karena bunda sayang sama ana."
"Kerja bunda juga ibadah, bu. Gitu kata bunda."

Perbedaan sangat terasa jika dibandingkan dengan kutipan tulisan di awal. Dari sini saya pikir karena perbedaan pemahaman yang diberikan sang bunda kepada anak. Apabila anak diberi pemahaman yang baik tentang pekerjaan bunda, besar peluang mereka akan lebih legowo dengan situasi yang ada. Tentunya butuh proses panjang untuk menanamkan pemahaman itu, tidak cukup satu dua kali. Jangan lupa juga apresiasi untuk setiap pengertian mereka karena sesungguhnya tidak mudah bagi mereka mengikhlaskan ketika bunda jauh dari mereka.

Wallahu'alam...
Saya hanya menulis berdasarkan apa yang saya amati dan terjadi pada siswa saya ya bunda. Lebih dari itu  bunda-bunda yang luar biasa pastinya lebih paham daripada saya.  Pada dasarnya saya juga sedang belajar untuk menjadi seorang ibu yang baik untuk anak-anak saya kelak. Semoga keluarga kita selalu diberi keberkahan... Amin..

Boleh saling share juga bun, bagaimana cara menghadapi dilema bunda bekerja ^.^

Rabu, 19 Desember 2018

Single Parent ?

Desember 19, 2018 2 Comments

"Kenapa ayah dan bunda kamu pisah?"

Rasanya pertanyaan ini ingin sekali saya tanyakan kepada salah seorang siswa saya di kelas sejak tahu bahwa ayah dan bundanya tidak lagi bersama. Tapi menanyakan hal itu sama saja membuka lukanya kembali, ya kan? Untuk anak seusia Ali saya benar-benar tidak tega. Eh, di sini kita sebut saja nama si anak ini Ali yaa.. 

Oke baiklah, saya ceritakan dulu bagaimana sosok Ali. 

Ia siswa kelas lima SD. Dalam pergaulan dengan teman seusianya ia sama seperti anak-anak yang lain. Ada kalanya sangat menyenangkan dan sesekali juga menjahili teman-temannya. Normal lah seperti siswa saya yang lain. Tidak seperti anak-anak brokenhome yang ada di sinetron-sinetron yang selalu berulah dan urak-urakan.

Adabnya terhadap guru juga baik. Justru saya merasa dialah yang paling perhatian kepada saya dibanding siswa yang lain. Kalau tentang ibadahnya, masya Allah... membuat kagum. Saat tidak sedang di sekolah, Ali selalu menunaikan shalat di masjid. Saya mengetahui ini dari cerita-ceritanya yang sering berlatarkan masjid,  "waktu Ali shalat maghrib di masjid bu...", "habis Isya di masjid Ali main...." dan banyak lagi, bahkan subuh pun di masjid. Selain itu, Ali juga tidak pernah alpa untuk shalat tahajud. Ini terlihat dari lembar mutabaah ibadah harian siswa yang diisinya dan tentunya sudah saya konfirmasi pada bundanya. Luar byaaassaaaah.....

Akhlaknya inilah yang membuat saya penasaran apa yang menyebabkan ayah dan bundanya berpisah. Apakah alasannya sangat bisa diterima oleh anak-anak? Dan yang membuat lebih penasaran adalah bagaimana cara sang bunda mendidik anak-anaknya. Yang saya tahu Ali punya tiga orang kakak yang kesemuanya sedang sekolah di luar kota bahkan ada yang sekolah di salah satu pesantren ternama.

Alhamdulillah jalan dari Allah. Saya dipertemukan dengan bundanya Ali sehari sebelum penerimaan rapor semester. 

Saya tidak bertanya apapun tentang masalah pribadi keluarga beliau. Nggak enak juga kan yaa... Kami hanya saling share tentang perkembangan Ali di rumah maupun di sekolah. Sampai akhirnya bunda Ali menceritakan semuanya kepada saya.

Perceraian itu terjadi saat Ali kelas tiga. Berawal dari pernikahan yang tidak direstui oleh pihak keluarga ayahnya Ali. Awalnya ayah dan bunda Ali merasa pernikahan mereka akan bertahan karena mereka sudah dikaruniai empat orang anak di tengah cobaan rumah tangga yang amat sangat. 

Namun yaaa apa daya. Perasaan sakit hati yang menahun karena mertua mengupayakan segala hal untuk meruntuhkan rumah tangganya membuat bunda Ali tak tahan. Ditambah lagi tidak ada pembelaan dari suami. Setelah proses diskusi dengan keempat anak mereka akhirnya keputusan berpisah sudah bulat. Mungkin melalui diskusi inilah anak-anak mereka bisa paham dan menerima kondisinya. 

Setelah berpisah, komunikasi anak-anak dengan sang ayah Alhamdulillah tidak terputus. Yaa...meskipun ayahnya tidak pernah memberi nafkah lahir untuk mereka.

Sosok bunda Ali benar-benar  membuat saya kagum. Seorang diri membesarkan empat orang anaknya. Anak yang pertama sekarang sedang melanjutkan kuliah pasca sarjana di luar kota. Dengan mawas diri si sulung berusaha membiayai hidupnya sendiri di sana. Hanya sesekali jika kepepet barulah meminta bantuan bunda. Anak nomor dua dan tiga sedang sekolah di pesantren luar kota, yang menurut saya pesantren ternama dan didambakan oleh anak-anak lainnya. Sedangkan si bungsu adalah Ali, si pencinta shalat malam.

Ali juga rutin puasa sunnah senin-kamis. Di hari lain Ali tidak membawa banyak uang jajan. Awalnya saya kira karena bundanya membatasi uang jajannya. Lama kelamaan saya mengetahui ternyata keinginan akan uang jajan yang sedikit itu memang dari Ali sendiri. Bundanya memberi Ali uang jajan 10 ribu. Di sini uang segitu sudah cukup banyak untuk anak SD kelas 5, menurut saya. Ali hanya membawa dua ribu perak untuk jajannya, kemudian selebihnya ditabung untuk kebutuhannya di masa depan.

Allah... Bagaimana anak kelas lima bisa berpikir begitu dewasa?

Bunda Ali merasa terlalu keras dalam mendidik anak perihal ibadah. Belum boleh nonton kalau belum tilawah sekian lembar. Tidak boleh main game sebelum setoran hafalan.

"Saya merasa terlalu keras sama Ali, bu Indah...""Kalau nilai akademik sih tidak terlalu saya permasalahkan, tapi kalau ibadahnya mulai  kendor itu benar-benar saya tekan si Ali""Kadang saya merasa bersalah sama Ali, jadi saya peluk dia, saya bilang jadi anak soleh ya naak..."

Bundanya merasa bersalah. Tidak bun.. Insya Allah sudah benar apa yang dilakukan. Karena ibadah ananda adalah bekal dunia dan akhirat, baik untuk bunda maupun si anak sendiri.

Masya Allah... cerita bunda Ali siang itu benar-benar memotivasi saya sebagai calon ibu. Didikan tegas, disiplin akan tetapi penuh kasih sayang. Pembentukan karakter anak memang harus dimulai sedini mungkin. Dengan pembiasaan kegiatan positif sejak kecil dan tentunya jadikan diri kita teladan baik untuk mereka.

Bahkan seorang single parent pun bisa mendidik anak-anaknya dengan luar biasa. Bagaimana dengan kita?

(Sekali lagi pemirsah.. Ali bukan nama asli si anak yaa.. jadi insya Allah kita tidak sedang membuka aib saudara kita. Wallahu 'alam...) 😃😃